Rabu, 31 Maret 2010

"What does the Bible say about Christian character?"

Character is defined as strength of moral fiber. A.W. Tozer described character as “the excellence of moral beings.” As the excellence of gold is its purity and the excellence of art is its beauty, so the excellence of man is his character. Persons of character are noted for their honesty, ethics, and charity. Descriptions such as “man of principle” and “woman of integrity” are assertions of character. A lack of character is moral deficiency, and persons lacking character tend to behave dishonestly, unethically, and uncharitably.

A person’s character is the sum of his or her disposition, thoughts, intentions, desires, and actions. It is good to remember that character is gauged by general tendencies, not on the basis of a few isolated actions. We must look at the whole life. For example, King David was a man of good character (1 Samuel 13:14) although he sinned on occasion (2 Samuel 11). And although King Ahab may have acted nobly once (1 Kings 22:35), he was still a man of overall bad character (1 Kings 16:33). Several people in the Bible are described as having noble character: Ruth (Ruth 3:11), Hanani (Nehemiah 7:2), David (Psalm 78:72), and Job (Job 2:3). These individuals’ lives were distinguished by persistent moral virtue.

Character is influenced and developed by our choices. Daniel “resolved not to defile himself” in Babylon (Daniel 1:8), and that godly choice was an important step in formulating an unassailable integrity in the young man’s life. Character, in turn, influences our choices. “The integrity of the upright guides them” (Proverbs 11:3a). Character will help us weather the storms of life and keep us from sin (Proverbs 10:9a).

It is the Lord’s purpose to develop character within us. “The crucible for silver and the furnace for gold, but the LORD tests the heart” (Proverbs 17:3). Godly character is the result of the Holy Spirit’s work of sanctification. Character in the believer is a consistent manifestation of Jesus in his life. It is the purity of heart that God gives becoming purity in action. God sometimes uses trials to strengthen character: “we also rejoice in our sufferings, because we know that suffering produces perseverance; perseverance, character; and character, hope” (Romans 5:3-4). The Lord is pleased when His children grow in character. “You test the heart and are pleased with integrity” (1 Chronicles 29:17; see also Psalm 15:1-2).

We can develop character by controlling our thoughts (Philippians 4:8), practicing Christian virtues (2 Peter 1:5-6), guarding our hearts (Proverbs 4:23; Matthew 15:18-20), and keeping good company (1 Corinthians 15:33). Men and women of character will set a good example for others to follow, and their godly reputation will be evident to all (Titus 2:7-8).

Selasa, 30 Maret 2010

ARTI PASKAH BAGI KITA

Hari Raya Paskah pada perjanjian lama merupakan hari peringatan pembebasan bangsa Israel dari perbudakan Mesir. Saat itu anak-anak sulung bangsa Mesir dibunuh, namun pintu-pintu rumah orang Ibrani dilewati (dilewati atau melewati dalam bahasa Ibrani adalah “ Pésah “). Peristiwa itu diperingati dengan makan “korban Paskah”. Dalam perjanjian baru “korban Paskah” adalah Yesus Kristus sendiri yang disebut juga dengan “Anak Domba yang disembelih”. Dalam perkembangannya Hari Raya Paskah mendapat nuansa baru yaitu perayaan kebangkitan Yesus Kristus.

Satu tahun sekali orang Kristen berkumpul di gereja atau di tempat-tempat kebaktian untuk mengenangkan hari kematian dan merayakan kebangkitan Yesus Kristus yang dikenal sebagai Hari Raya Paskah. Saat-saat seperti inilah merupakan kesempatan untuk merenungkan kembali mengapa Yesus harus mati di kayu salib, apa pesan paskah, apakah artinya bagi kita. Pada setiap kebaktian akan terdengar paduan suara mendendangkan lagu-lagu pujian yang berkaitan dengan paskah antara lain “Kristus Bangkit! Soraklah” atau “Di makam yang gelap”. Ada gereja atau sekolah minggu yang mementaskan drama/fragmen khusus untuk mengenang peristiwa kematian Kristus dan kebangkitanNya.

Yang menjadi pertanyaan adalah apakah arti paskah yang sebenarnya bagi kita umat kristen ? Apakah cukup dengan datang ke tempat kebaktian mendengarkan khotbah, bernyanyi atau mementaskan sebuah drama? Kalau hanya itu saja, kita telah tertipu oleh sebuah tradisi kekristenan dan bisa jadi kita lupa akan arti sesungguhnya pengorbanan darah Yesus Kristus yang suci itu. Kekristenan kita akan lapuk dan iman kita akan hilang kalau kita berlaku demikian.

Arti paskah dapat dilihat setidaknya ada 3 (tiga) hal penting bagi kita / manusia yaitu :

I. “Kematian Kristus itu telah membenarkan dan menyelamatkan kita”

Kita telah dibenarkan karena darahNya. Arti kata “dibenarkan” dalam alkitab adalah : dibebaskan dari tuduhan, dinyatakan tidak bersalah menurut pandangan Allah sendiri.

Kita telah dilepaskan / diselamatkan dari hukuman yang kekal. Kita telah bebas seperti halnya Barabas, yang sudah rusak akhlaknya, telah bebas dari hukuman mati. Penjahat itu telah menjadi contoh yang khas bagi manusia, memberontak, tak ber-tuhan, tak berbelas kasihan. Tetapi, karena kematian Kristus ia telah diselamatkan.

II. “Kematian Kristus itu telah menyucikan hati nurani dan batin kita”

Mari kita renungkan apa yang dikatakan dalam alkitab : “Darah Kristus, yang oleh Roh yang kekal telah mempersembahkan diriNya sendiri kepada Allah sebagai persembahan yang tak bercacat, akan menyucikan hati nurani kita dari perbuatan-perbuatan yang sia-sia, supaya kita dapat beribadah kepada Allah yang hidup”. (Ibrani 9:14)

Setiap orang mempunyai hati nurani. Hati nurani ini selalu mengadili segala pikiran, perkataan dan tingkah laku seseorang. Suara hati itu bekerja perlahan-lahan. Kadang-kadang ia mengatakan kesalahan seseorang, tetapi sebaliknya, membenarkan juga akan perbuatan seseorang.

Hati nurani itu mungkin peka, kasar atau tidak sempurna pertumbuhannya. Hal ini tergantung bagaimana kita menerapkannya.

Batin manusia itu telah dikotori oleh dosa. Manusia telah lumpuh, tak berdaya, karena hati nuraninya telah dinodai oleh dosa. Untunglah, darah Kristus telah menyucikan kita dari amal dan perbuatan yang mati, supaya kita dapat melayani Allah yang hidup. Si tunasusila telah berubah menjadi ibu yang baik dan sederhana, si anak nakal telah menjadi pelayan Kristus yang baik. Inilah arti Paskah yang sebenarnya yaitu mengubah manusia yang kotor karena dosa menjadi manusia suci dihadapan Tuhan.

III. “Kematian Kristus telah menebus kita”

Tidak ada arti yang lebih indah dalam peringatan Paskah, kecuali : kita ditebus oleh darah Kristus. Rasus Petrus mengatakan bahwa kita ditebus “...bukan dengan barang yang fana, ... melainkan dengan darah yang mahal yaitu darah Kristus” (1 Pet 1 : 18 – 19)

Bukan hanya Adam tetapi semua manusia telah terkena perangkap Iblis. Manusia harus diambil dari perangkap itu dengan ditebus atau dibeli kembali. Hanya dengan jalan inilah manusia dapat berkomunikasi lagi dengan Allah.

Akhirnya di atas kayu salib di Golgota itu telah terjadi suatu penebusan atau pembayaran yang tidak ternilai harganya, yang jauh lebih mahal dari nilai kita yang sesungguhnya. Hal ini dilakukan oleh Tuhan kita Yesus Kristus karena kasihNya kepada umat kesayanganNya. Kita ditebus, dibayar kembali, dosa kita dihapuskan, kedudukan kita dipulihkan, bukan dengan barang-barang fana seperti emas, perak yang dapat sirna, tetapi dengan darah Kristus yang kekal dan mulia.

Inilah arti Paskah bagi kita, marilah kita menghargai apa yang sudah dilakukan Yesus Kristus di Golgota, dengan percaya padaNya, mengasihiNya, melakukan apa yang diperintahkanNya dengan segenap hati, jiwa dan segenap akal budi kita. Amin

(Penulis : Harlan Sipahutar, Anggota Jemaat HKBP Bandung Reformanda Ressort Bandung Reformanda)

Minggu, 28 Maret 2010

Alasan hidup

“Berikan aku satu, ya satu saja, alasan kenapa aku harus terus hidup.....” Rona wajahnya pucat. Dan kedua matanya sembab. Kupandang dia dengan hati yang ter-iris-iris.
“Berdoa, berdoa dan memohon-lah kepada Tuhan” Jawabku pelan.
Dia menghela nafas dan berkata: “Ah, sudahlah. Saya merasa bahwa Tuhan itu sudah tuli pada doa-doaku. Tuhan yang pernah bersabda: "Mintalah, maka akan diberikan kepadamu; carilah, maka kamu akan mendapat; ketoklah, maka pintu akan dibukakan bagimu. Karena setiap orang yang meminta, menerima dan setiap orang yang mencari, mendapat dan setiap orang yang mengetok, baginya pintu dibukakan” toh tidak memberikan padaku apa yang kupinta.
Tuhan bahkan tak pernah membukakan pintu bagi diriku.” Lalu dia berdiri dan meninggalkan aku sendirian. Kekecewaan telah menjadi beban hidupnya. Kekecewaan telah menyatu dengan hidupnya.

Memang, kadang kita kalah dalam menghadapi hidup ini. Bahkan kalah dengan pahit. Ada satu cerita yang dituturkan oleh Leo Tolstoy (pengarang Rusia, 1828-1920) yang berjudul Tuhan Tahu tetapi menunggu. Dituturkan tentang nasib seorang saudagar yang telah difitnah merampok dan membunuh hingga dia harus di sel penjara untuk kesalahan yang tidak dilakukannya. Dia dijatuhi hukuman seumur hidup.
Pada akhir kisah, perampok yang sesungguhnya akhirnya mengakui perbuatannya tetapi toh tidak lagi berarti bagi saudagar itu karena akhir usianya telah tiba. Walau demikian, cerita tersebut masih tetap terasa berakhir bahagia.

Yesus sendiri bahkan harus menghadapi nasib yang lebih tragis. Dia difitnah serta didakwa melanggar hukum agama Yahudi dan karena itu harus dihukum mati dengan disalibkan. Seruannya dari atas salib, “Eloi, Eloi, lama sabakhtani ?", yang berarti: Allahku, Allahku, mengapa Engkau meninggalkan Aku?” tidaklah membuat Bapa datang membantunya sehingga akhirnya Yesus harus wafat. Tidakkah saat itu, jika kita sendiri yang mengalaminya, akan merasa betapa mengecewakannya hidup ini? Betapa sia-sianya meminta kepada Tuhan karena Tuhan telah tuli. Tuhan sering tidak datang saat kita mengharapkan kehadiranNya. Tetapi sungguhkah Tuhan itu telah tuli?

Sungguhkah Tuhan bersikap masa bodoh dan tidak mau peduli pada harapan dan doa-doa kita? “Jadilah kehendakMU di atas bumi seperti di dalam surga.” Satu kalimat dari Doa Bapa Kami yang telah diajarkan oleh Yesus kepada kita semua. Dan sebagai orang katolik kita mendaraskan doa itu setiap saat. Tetapi mengapa hanya kehendak Bapa yang baik bagi diri kita saja, yang menyenangkan dan membahagiakan kita, membuat kita bersyukur?
Mengapa bila kita mengalami peristiwa yang membuat kita berduka, yang menyakitkan dan memedihkan kita, tidak mampu kita terima sebagai satu anugerahNya juga? Dan siapa yang pernah mengatakan bahwa hidup itu mudah?

Sesungguhnya hidup adalah suatu perjuangan diri. Suatu pertarungan mencari kebenaran. Dan kebenaran itu hanya dapat kita temukan dalam rasa sakit dan pedih. Dalam pergolakan jiwa melawan kepentingan diri kita sendiri. Hidup yang berjalan lancar, enteng dan lunak sesungguhnya bukanlah hidup yang nyata tetapi suatu impian semu.
Tulis Pengkhotbah : “segala sesuatu menjemukan, sehingga tak terkatakan oleh manusia; mata tidak kenyang melihat, telinga tidak puas mendengar” adalah esensi kehidupan kita semua. Sebab kita tak pernah akan merasa puas menerima kenyataan. Dari situlah sumber kemajuan iman kita berasal. Bukan dari peristiwa yang menyenangkan tetapi dari rasa pedih menghadapi kesepian, duka dan ketidakberdayaan kita menerima kenyataan yang kita alami.

Ada satu sajak yang amat indah, ditulis oleh Rabindranath Tagore (penyair India, 1861-1941) dalam bukunya Gitanjali bab ke 79:
Janganlah aku berdoa agar di luput-kan dari bahaya tetapi agar berani untuk menghadapinya.
Janganlah aku bermohon untuk dihindarkan dari kepedihan tetapi agar mampu menaklukkannya.
Janganlah aku mencari teman senasib dalam pergumulan hidup ini tetapi agar mampu berjuang dengan daya upayaku sendiri.
Janganlah aku meminta agar diselamatkan dari keterasingan tetapi agar dengan sabar melangkah menuju ke kebebasanku.
Janjikan-lah padaku agar aku tidak menjadi seorang pengecut: Tidak hanya sanggup merasakan keagunganMu dalam keberhasilanku tetapi juga dapat merasakan genggamanMu di dalam kegagalanku.

Suatu sajak indah yang patut kita renungkan dalam menghadapi kesulitan kita sehari-hari. Yesus sendiri telah berkata kepada kita semua: “Janganlah kuatir akan hidupmu, akan apa yang hendak kamu makan atau minum, dan janganlah kuatir pula akan tubuhmu, akan apa yang hendak kamu pakai. Bukankah hidup itu lebih penting dari pada makanan dan tubuh itu lebih penting dari pada pakaian?” maka pantaskah kita hanya berkeluh kesah lalu meninggalkan Dia? Bukankah seharusnya “kita cari dahulu Kerajaan Allah dan kebenarannya, maka semuanya itu akan ditambahkan kepada kita insan yang lemah ini?”

Aku memandang bayangan punggungnya yang perlahan menjauh. Aku melihat suatu tantangan hidup di-angkat-nya, suatu beban yang moga-moga mampu dihadapinya. Dan itulah sebabnya mengapa kita harus hidup terus. Mengapa kita harus berjuang terus untuk mencari dan menemukan kebenaran. Karena kita adalah umat Allah. Karena kita adalah saudara Tuhan. Karena Tuhan menyayangi kita, tidak tuli dan tidak pernah meninggalkan kita. Hanya Dia ingin iman kita terasah dengan baik agar kita mampu menjadi terang yang menyinarkan cahayaNya setiap saat.
(dikutip dari "Catatan China 3 Billion People accept Christ")

Selasa, 16 Maret 2010

Psalm 118

Give thanks to the LORD, for he is good;
his mercy endures for ever
Let those who fear the LORD now proclaim,
"His mercy endures for ever."
I called to the LORD in my distress;
the LORD answered by setting me free.
The LORD is at my side, therefore I will not fear;
what can anyone do to me
It is better to rely on... the LORD
than to put any trust in flesh.
It is better to rely on the LORD
than to put any trust in rulers.
I was pressed so hard that I almost fell,
but the LORD came to my help.
The LORD is my strength and my song,
and he has become my salvation.
I will give thanks to you, for you answered me
and have become my salvation.
"You are my God, and I will thank you;
you are my God, and I will exalt you.
Give thanks to the LORD, for he is good;
his mercy endures for ever.

Kamis, 04 Maret 2010

Tebarkan Kasih/cinta/love

Tebarkan cinta ke mana pun Anda pergi, pertama-tama di rumah Anda sendiri. Berikan cinta Anda kepada anak-anak Anda, kepada istri atau suami Anda, kepada seorang tetangga sebelah rumah... Jangan pernah membiarkan seseorang datang kepada Anda lalu pergi begitu saja tanpa merasa bahagia dan lebih baik. Jadilah ekspresi kehidupan dari kebaikan hati Tuhan: Kebaikan hati di wajah Anda, kebaikan hati di mata Anda, kebaikan hati dalam senyuman Anda, dan kebaikan hati dalam salam hangat Anda. ~Ibu Teresa dari Calcutta

Rabu, 03 Maret 2010

Homiletik

Definisi Homiletik

Kata "homiletik" sebenarnya tidak terdapat dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia. Dalam bahasa Inggris, istilah homiletics baru muncul pada abad ke 17, dan sejak itu kata ini dipakai untuk menunjuk ilmu berkhotbah. Di kalangan orang Kristen, arti sempit kata ini menunjuk suatu mata pelajaran teologi praktis di seminari yang mengajar mahasiswa/i membuat dan menyampaikan khotbah. Arti lebih luas kata ini menunjuk studi berkhotbah. Jadi homiletik berkaitan dengan penyelidikan, pembahasan, pengembangan ilmu dan praktik berkhotbah. Homiletik berhubungan dengan teologi (atau ilmu) dan seni. Dikatakan berhubungan dengan ilmu, karena dalam sebuah khotbah terdapat unsur teologi, atau yang lebih tepat penafsiran Alkitab. Dikatakan berhubungan dengan seni, karena unsur penting dalam khotbah, yaitu penafsiran Alkitab juga berkaitan dengan seni.Selain itu penyusunan dan penyampian khotbah juga berhubungan dengan retorika. Retorika adalah seni berpidato, seni ini perlu dikuasai setiap pengkhotbah. Walaupun homiletik berhubungan dengan retorika, tetapi homiletik bukanlah cabang retorika, melainkan cabang teologi. Dengan mempelajari homiletik, diharapkan seorang pengkhotbah dapat menulis naskah khotbah yang rapi berdasarkan Alkitab, lalu menyampaikannya dengan meyakinkan, berwibawa, jelas, dan menarik.

(dikutip dari http://www.hasansutanto.org/first_page_homiletik.htm)